Skip to main content

Terbelahnya Laut oleh Nabi Musa AS dari pandangan sains.

Lalu Fir’aun dan balatentaranya dapat menyusul mereka pada waktu matahari terbit. Maka ketika kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa, “kita akan benar-benar tersusul”. Musa menjawab, “sekali-kali tidak akan tersusul”. Sesungguhnya Tuhanku bersamaku. Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Lalu kami wahyukan kepada Musa, “Pukullah laut itu dengan tongkatmu”. Maka terbelahlah lautan itu, dan setiap belahan seperti gunung yang besar. Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang lain. Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang bersamanya. Kemudian kami tenggelamkan golongan yang lain. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat suatu tanda kebesaran Allah, tetapi kebanyakan tidak beriman. (Asy-Syu’ara: 60-67)

Kemarin, tepatnya 19 Januari 2008 bertepatan dengan tanggal 10 Muharram 1429 Hijriah. Momen penting yang selalu diperingati oleh ummat Islam sebagai Hari Asyura yang dipercayai sebagai momen pada saat mukjizat (miracle) diberikan Allah SWT kepada rasul-rasul. Salah satunya adalah hari pada saat Nabi Musa AS dan kaum Israil meloloskan diri dari kejaran balatentara Fir’aun melalui sebuah peristiwa yang menakjubkan yakni jalur pelarian Nabi Musa AS dan kaumnya di sekitar Laut Merah terbelah dan memungkinkan untuk disebrangi guna menuju ke The Promised Land. Kaum Yahudi memperingati The Exodus sebagai Passingover.

Peristiwa terbelahnya Laut Merah merupakan peristiwa yang luar biasa. Hal ini merupakan mukjizat dari Nabi Musa AS yang wajib kita percayai sebagai bagian dari iman. Namun, peristiwa mukjizat tersebut juga dapat dipahami dan dijelaskan dari perspekstif sains. Hipotesis yang bisa dijadikan dasar adalah bahwa segala peristiwa yang Allah SWT berikan kemuliaan (miracle) sebenarnya tidak akan pernah lepas dari proses alam yang mahakompleks sebagai bagian dari sunnatullah. Ketika itu terjadi, peristiwanya bisa dijelaskan dalam berbagai teori ilmiah, namun momentum dan tempat terjadinya merupakan mukjizat yang Allah SWT sendiri berikan khusus bagi hamba yang dikehendaki-Nya.

Berikut akan dipaparkan berbagai teori ilmiah mengapa laut bisa terbelah pada saat Nabi Musa AS dan Kaum Israil menyebranginya.

Modeling of the Hydrodynamic Situation During the Exodus

Dengan menggunakan persamaan differential matematika, dua peneliti Rusia berupaya membuat pemodelan tentang kondisi ketika gelombang laut terpisah (Stolyarova, 2004). Naum Volzinger dan Alexei Androsov, mendasarkan pemodelan mereka dengan keterangan-keterangan di Kitab Old Testament dan Torah, termasuk keterangan bahwa pada saat itu terdapat gugusan karang yang jaraknya dekat dengan permukaan laut.

Dalam pemodelan hidrodinamik, diadakan simulasi berapa kecepatan angin yang diperlukan dan kekuatan badai yang dibutuhkan agar gugusan karang tersebut kering pada saat laut surut. Selain itu, juga disimulasikan berapa lama gugusan karang akan kering dan kapan air laut akan kembali menutupinya (Volzinger and Androsov,2002).

Hasilnya adalah jika angin timur bertiup sepanjang malam dengan kecepatan 30 meter per detik, maka gugusan karang akan kering. Dengan keadaan ini, untuk menyebrangi 7 km gugusan karang, Kaum Israil yang sebanyak 600.000 orang membutuhkan waktu 4 jam. Air laut kembali menutupi gugusan karang setelah 4,5 jam. Ini berarti durasi selama 4,5 jam gugusan karang masih kering.

Dari hasil pemodelan Volzinger dan Androsov, diketahui bahwa dibutuhkan angin berkecepatan 30 m per detik agar gugusan karang menjadi kering dan bisa disebrangi. Kecepatan 30 m per detik berarti 108 km/jam. Dalam skala Beaufort, kecepatan angin 108 km/jan sudah dapat dimasukkan dalam kategori Storm yang minimal mencapai skala 10 dengan kecepatan diatas 89 km/jam dengan durasi 12 hingga 1200 jam. Kecepatan 108 km/jam ini masih di bawah kecepatan minimal “ Tropical Cyclone (Hurrycane)” yang mencapai 118 km/jam dan “Tornado” (177 km/jam).

Penelitian Volzinger dan Androsov (2002) menyatakan terbelahnya laut Merah ketika Nabi Musa AS bereksodus dimungkinkan, setelah memprediksi karakteristik hidrodinamika dan berdasarkan pemodelan numerik berbasis persamaan differential matematika. Namun, pertanyaan yang bisa dikemukakan dalam hal ini adalah apakah peristiwa Laut Merah terbelah bisa terulang. Volzinger dan Androsov menyatakan bahwa gugusan karang laut yang ada telah bergeser jauh dari permukaan laut. Jadi tidak lagi memungkinkan (Stolyarova, 2004).

Akan tetapi, penelitian Volzinger dan Androsov masih berbasis simulasi komputer, dan belum dijabarkan dalam studi kasus, atau dalam eksperimentasi laboratorium. Selain itu, Volzinger dan Androsov (2002) tidak menejalskan berapa ketinggian gelombang yang terjadi akibat hembusan angin 108 km/jam. Padahal, dalam Qur’an disebutkan bahwa ketika laut itu terpisah, terjadi dinding gelombang setinggi bukit (Asy-Syuara:65).

Patut dicatat, mengenai gugusan karang lokasi penyebarangan Nabi Musa AS juga perlu dipertanyakan. Hingga kini, lokasi dimana Nabi Musa AS menyeberangi laut Merah juga masih dalam perdebatan para arkeolog, ini akan dijelaskan pada bagian berikutnya. Pertanyaan lain yang bisa dikemukakan adalah apakah angin 108 km/jam memungkinkan manusia untuk berlari sejauh 7 km. Dan apakah dalam beberapa dokumen sejarah, memang terjadi angin sekuat itu? Dalam kitab Eksodus, dikatakan pada saat itu terjadi kolom-kolom awan dan kilat. Apakah ini memiliki kemiripan dengan tanda-tanda storm (badai)?

Lokasi terjadinya pelarian Nabi Musa AS ketika eksodus dapat ditemui dari Kitab Exodus 14:2, yakni tempat sebelum Pi-Hahiroth (antara Migdol dan laut) dan diseberangnya adalah Baal-zephon. Tiga tempat ini belum diketahui secara pasti. Namun banyak yang percaya bahwa tempat itu berada disekitar Reed Sea (bukan Red Sea) dekat Kota Suez sekarang, sebelah utara Teluk Aqaba.

Beberapa teori yang mengatakan bahwa tempat tersebut ada di sekitar Sabhat al Bardawil (sebuah lagoon di utara Semenanjung Sinai). Lokasi ini ada dalam Peta (Gambar-1) di bawah yang menunjukkan gap sempit antara pantai Mesir dan Arab Saudi di sekita Teluk Aqaba yang diyakini merupakan crossing place Nabi Musa AS. Hal ini diperkuat dari morfologi 3D dasar lautan disekitar Teluk Aqaba dimana terdapat dataran yang relatif lebih dangkal (Gambar-2 dan 3) dibandingan pada daerah yang lain yang lebih curam dan dalam. Jika ini ada kemiripan dengan apa yang dimaksud dalam Kitab Taurat dan asumsi Nauman dan Andorsov (2002) sebagai daerah karang yang dangkal.

Selain itu di lokasi itu pernah ditemukan juga fakta arkeologi berupa roda Chariot (kendaraan Perang semasa Fir’aun) oleh Ron Wyatt dan Jonathan Gray (Kovacs,2003). Meskipun masih disangsikan oleh Richard Rives Roda ini sempat diukur usianya melalui radiasi karbon. Nassif Mohammed Hassan menyatakan roda tersebut berasal dari dinasti ke-18 Kerajaan Mesir Kuno, atau dengan kata lain roda ini pernah digunakan sekitar 1400 SM. Sayangnya, keberadaan roda ini hanya diketahui sekitar tahun 1970-an. Hingga kini upaya untuk menemukan lokasi yang tepatnya tidak dilaksanakan (Kovacs,2003).

Lokasi crossing Musa AS di sekitar Teluk Aqaba juga dibenarkan oleh Colin Humpreys (2003). Selian Teluk Aqaba, Humpreys juga menyakini bahwa tempat Nabi Musa AS menerima Ten Commandments berada di Mount Sinai yang sekarang disebut Jabal El Musa, di daerah Arab Saudi sekarang. Lennart Moller dari Karolinska Institute in Stocholm juga mendukung pendapat Humpreys, namun dia tidak sependapat dengan Teori angin yang bisa membelah lautan.

Mengenai angin yang kuat, ternyata dapat diperoleh keterangan dari Kitab Perjanjian lama Exodus 14:21, dan dari tradisi Yahudi The Song of the Sea dalam memperingati the Passingover tentang angin dari timur yang bertiup kencang untuk membelah lautan ketika Exodus terjadi.

Volcanic Eruption Santorini dan Tsunami

Teori yang kedua adalah adanya letusan vulkanik Thera yang dahsyat di daerah Santorini, sebuah kepulauan Yunani, 500 mil utara Delta Sungai Nil. Letusan terjadi diperkirakan pada 1600 SM, terbesar dalam sejarah. Effek dari letusan vulkanik Santorini dapat dirasakan hingga ke sungai Nil, menimbulkan “the 10 plagues” (wabah penyakit di Mesir), kegagalan panen di Cina, dan konon menenggelamkan kota legenda “Atlantis” (La Moreaux, 1995; Foster et.al, 1996, Davis, 1990, BBC On-Line, 2007).

Dalam simulasi komputer, diestimasi bahwa letusan Thera telah meng-kolapskan kepulauan Santorini dan telah menjadi trigger bagi terjadinya mega-tsunami berupa gelombang setinggi 600 feet atau sekitar 200 meter, bergerak dengan kecepatan 400 mil per jam ( Moses, BBC One,2002). Floyd Mc Coy, ahli tsunami, mengatakan bahwa tsunami ini telah yang menyebabkan kehancuran dasar laut Mediterrania dan menyebabkan sedimentasi. Simulasi komputer melacak bahwa penyebaran sedimen menjadi bukti bahwa gelombang tsunami Santorini telah mencapai delta Sungai Nil.

Pertanyaanya adalah dapatkah tsunami membelah the Reed Sea (bukan Laut Merah yang banyak diyakini orang, berada di sekitar Kota Suez Mesir)? Floyd McCOy menyatakan bahwa sebuah mega tsunami ini bisa jadi menyebabkan lautan mengering karena dari prosesnya, mega tsunami akan menyerap trilyunan gallon air dari pesisir pantai, sungai dan danau. Sebagai akibat, terjadilah pengeringan laut di sekitar pesisir selama 2 jam. Temuan ini tidaklah jauh berbeda dari kasus Tsunami di Mindoro Filipina tahun 1994. Ketika itu, di Mindoro, terjadi Gempa bumi yang menciptakan retakan yang sangat besar di dasar danau Mindoro sepanjang kira-kira 1 mil. Air di danau kemudia terhisap ke dalam retakan tersebut sehingga danau itu pun menjad kering. Seorang saksi mata menyatakan ia dapat berjalan di atasnya. Beberapa waktu kemudian, tsunami datang dan menyapu sebuah perahu-perahu yang totalnya berbobot kira-kira 6000 ton. Kekuatan tsunami Mindoro sangat jauh di bawah tsunami Santorini (Moses, BBC One, 2002), sehingga dapatlah dibayangkan berapa kekuatan Mega Tsunami Santoro. Keyakinan McCOy juga serupa dengan Professor Costas Synolakis, seorang ahli tsunami.

Pertanyaan selanjutnya, apakah benar tsunami Santorini benar-benar se-momen dengan Nabi Musa membelah lautan? Cameron dan Simcha Jacobovici, produser film dari Kanada mengklaim bahwa letusan Thera benar-benar terjadi persis ketika Musa AS membelah laut Reed. Mereka percaya bahwa letusan ini juga menjadi penyebab dari The 10 Plagues sebagaimana di nukilkan di Bible.

Mengenai The 10 plagues,seorang Epidemiologist, Dr. John Marr percaya bahwa letusan Thera lah yang menjadi penyebabnya berdasarkan kasus serupa ketika St Helena meletus pada 17 Mei 1980 (BBC One, 2002). Menurutnya, debu vulkanik bisa menjadi penyebab berbiaknya jamur beracun di Sungai Nil. Daniel Stanley, seorang oceanographer, melakukan pengeboran sampel di delta Sungai Nil. Ia mendapatkan debut-debu vulkanik berkaitan dengan letusan. Mike Rampino, seorang ilmuwan dari New York University membuat simulasi komputer untuk melihat bagaimana efek dari Letusan Thera. Didapatkan bahwa telah terjadi perubahan cuaca yang signifkan, temperatur turun sekitar 2o celcius. Curah hujan berkurang. Proses ini menjadi mata rantai dari turun drastinya ekologi sungai Nil ketika itu dan tentunya bisa jadi akan menimbulkan wabah penyakit.

Selain the Plagues, dari Bible diceritakan bahwa ketika Musa AS memimpin eksodus, Tuhan mengarahkankannya dari asap di waktu siang dan api di waktu malam. Menurut beberapa ilmuwan, ini bisa diperkirakan sabagai kolom asap dan kilat dari letusan Thera.

Namun dari hasil radio karbon pengukuran letusan Thera, dipastikan letusan terjadi sekitar 1600 SM, berbeda 150 tahun dari perisitiwa Exodus Nabi Musa AS yang diperkirakan sekitar 1450 SM (Bennet, 1963). Kesimpulan ini juga didukung oleh La Moreaux (1995), dan Phillips, G (2003). Selain itu, dari kronologi peristiwa, jelas ada kerancuan antara kapan terjadinya the Plagues, Letusan Thera, dan the Exodus.

Kesimpulan

Terbelahnya lautan dalam proses kejadian Nabi Musa AS memimpin eksodus kaum Israil dari kejaran balatentara Fir’aun dapat dijelaskan melalui sains, paling tidak sebagai pendekatan untuk memahami bagaimana Allah SWT tetap menjaga mahakompleksnya alam semesta dan memberikan keistimewaan kepada hamba yang dikehendakinya. Harun Yahya mengatakan bahwa Jika Allah SWT menghendaki, keajaiban bisa saja terjadi jika kondisinya memungkinkan yang dalam kasus Nabi Musa AS, dimana kecepatan angin, waktu dan tempat mendukung proses terjadinya. Keajaiban dalam peristiwa ini adalah kejadian laut mengering tepat terjadi ketika Nabi Musa AS dikejar-kejar Fir’aun. Ketika itu, pengikut Nabi Musa sudah yakin mereka akan dapat terkejar, kemudian Nabi Musa AS menjawab “Tidak, Allah bersama kita dan akan meberi petunjuk bagi kita (Asy-Syuara : 61-62). Keajaiban kedua adalah proses terbelahnya laut ketika Nabi Musa AS melakukan eksodus tidak akan mungkin terulang. Manusia hanya bisa menjelaskannya dari sebuah simulasi computer, sebuah generalisasi berbasis asumsi yang masih merupakan pendekatan. Beberapa hasil penelitian metode numeric mereka sebaiknya dapat ditindak lanjuti dengan penelitian secara empirical method, atau melalui eksperimentasi di laboratorium, kiranya mungkin menjadi rekomendasi untuk penelusuran lebih lanjut.
Daftar Pustaka

Al Qur’an, “As Syuara : 60-67”

Comments

Popular posts from this blog

Statis Momen - Mekanika Bahan

Statis momen penampang adalah besaran yang menyatakan seberapa besar tingkat statis suatu penampang terhadap suatu sumbu acuan atau titik acuan. Jika dA adalah elemen luas dan r adalah panjang titik berat elemen luas tersebut ke suatu acuan (garis atau titik), maka statis momen penampang dinyatakan dalam: S = ∫ r dA dalam analisis penampang, statis momen terbagi menjadi statis momen terhadap sumbu X: Sx = ∫ y dA dan statis momen terhadap sumbu Y: Sy = ∫ x dA Statis momen berguna untuk menentukan titik berat suatu penampang (atau suatu volume tertentu). Titik berat terhadap sumbu Y adalah Xo = (ΣSy)/A dan titik berat terhadap sumbu X adalah Yo = (ΣSx)/A A adalah luas penampang. Dalam mekanika teknik, statis momen digunakan untuk menghitung tegangan geser pada suatu penampang, τ = VS/(I t) τ = tegangan geser V = gaya lintang S = statis momen I = momen inersia t = tebal profil

Macam-macam Proyeksi Peta

Proyeksi Peta Bentuk Bumi bulat sedangkan peta berbentuk datar. Di sinilah sistem proyeksi diperlukan untuk memindahkan kenampakan di Bumi pada bidang datar. Secara sederhana proyeksi peta dapat diartikan sebagai cara pemindahan garis paralel dan meridian dari globe (bidang lengkung) ke bidang datar. Ini artinya proyeksi merupakan suatu sistem yang memberikan hubungan antara posisi titik-titik di Bumi dan di peta. Coba kamu bayangkan jika Bumi yang berbentuk bola kemudian dibentangkan menjadi bidang datar. Pasti di beberapa posisi terkesan melengkung, inilah yang disebut distorsi atau kesalahan. Padahal di sisi lain peta bisa disebut ideal jika bisa menggambarkan luas, bentuk, arah, dan jarak dengan benar. Keempat persyaratan peta yang ideal sulit untuk dipenuhi. Upaya yang bisa dilakukan dengan mengurangi risiko kesalahan sekecil mungkin dengan memenuhi satu atau lebih persyaratan tersebut. Hal tersebut dapat dilakukan dengan langkahlangkah berikut. 1. Wilayah yang ak...

Metode Pengikatan Ke Muka

Pengikatan ke muka adalah suatu metode pengukuran data dari dua buah titik di lapangan tempat berdiri alat untuk memperoleh suatu titik lain di lapangan tempat berdiri target (rambu ukur/benang, unting–unting) yang akan diketahui koordinatnya dari titik tersebut. Garis antara kedua titik yang diketahui koordinatnya dinamakan garis absis. Sudut dalam yang dibentuk absis terhadap target di titik B dinamakan sudut beta. Sudut beta dan alfa diperoleh dari lapangan. Pada metode ini, pengukuran yang dilakukan hanya pengukuran sudut. Bentuk yang digunakan metode ini adalah bentuk segitiga. Akibat dari sudut yang diukur adalah sudut yang dihadapkan titik yang dicari, maka salah satu sisi segitiga tersebut harus diketahui untuk menentukan bentuk dan besar segitiganya. Cara pengikatan ke muka banyak dilakukan dalam pengukuran titik triangulasi dan konstruksi  maksud dan tujuan dari dilaksanakannya kegiatan praktek pengukuran pengikatan ke muka ini antara lain adalah sebagai berikut ...